Mendaki gunung sering dianggap sebagai olahraga ekstrem, namun di balik tantangannya tersimpan kepuasan yang sulit digambarkan—terutama saat kaki berhasil menapak di puncak tertinggi.
Sensasi itu makin terasa ketika jalur pendakian dipenuhi rintangan. Melewati medan sulit, menaklukkan tanjakan curam, dan bertahan di tengah cuaca tak menentu menjadi pengalaman yang memacu adrenalin sekaligus membentuk mental baja. Tak heran jika setiap pendaki merasa bangga setelah berhasil menuntaskan perjalanan tersebut.
Lebih dari sekadar menguji batas fisik, pendakian juga menjadi ruang belajar yang penuh makna. Setiap tantangan di jalur seakan menjadi guru yang mengajarkan ketangguhan, kesabaran, serta kemampuan untuk bertahan dan berkembang.
Gunung Binaiya: Menembus Rimba, Menyentuh Langit

Terletak di Pulau Seram, Maluku, Gunung Binaiya menjulang setinggi 3.027 meter di atas permukaan laut. Gunung ini bukanlah gunung berapi, melainkan bagian dari Pegunungan Karst, sebagaimana disebut oleh The 7 Summit Indonesia—sekelas dengan Jayawijaya dalam karakteristik geologinya.
Pendaki bisa memilih dua jalur utama untuk mencapai puncaknya. Jalur utara melewati tiga desa: Huaulu, Roho, dan Kanikeh. Sementara itu, jalur selatan menghubungkan Desa Moso, Manusela, dan Kanikeh. Jika memilih jalur utara, bersiaplah untuk perjalanan selama 11 hari. Sedangkan jalur selatan, meski sedikit lebih singkat, tetap menantang dengan estimasi waktu delapan hari.
Di sepanjang jalur pendakian, para penjelajah alam akan menyeberangi sungai selebar enam meter dengan arus yang menguji keberanian. Hutan hujan tropis menjadi latar perjalanan—lebat, rimbun, dan penuh dengan aroma tanah yang basah. Pohon-pohon tinggi menjulang, seolah menjaga rahasia alam di balik rindangnya.
Namun, tantangan sejati hadir saat menghadapi tanjakan curam nyaris tegak lurus—dengan kemiringan 90 derajat dan jalur bebatuan tajam yang mengharuskan setiap langkah penuh perhitungan.
Meski demikian, semua peluh dan perjuangan itu akan terbayar lunas begitu kamu menjejakkan kaki di puncak. Dari sana, Pulau Seram tampak begitu eksotis, menyajikan pemandangan yang menggetarkan jiwa dan membuat siapa pun lupa akan segala lelah yang telah dilalui.
Gunung Raung: Menantang Nyali di Ujung Timur Jawa

Di ujung timur Pulau Jawa berdiri megah Gunung Raung—sebuah gunung berapi berbentuk kerucut yang dikenal sebagai salah satu gunung paling ekstrem di Indonesia. Letaknya tersebar di tiga kabupaten di wilayah Besuki, Jawa Timur: Banyuwangi, Bondowoso, dan Jember.
Dari segi ketinggian, Raung menempati urutan ketiga tertinggi di Jawa Timur, tepat di bawah Gunung Semeru dan Gunung Arjuno. Secara keseluruhan di Pulau Jawa, ia berada di posisi keempat tertinggi. Gunung ini memiliki empat puncak yang masing-masing menyajikan tantangan tersendiri: Puncak Bendera, Puncak 17 atau juga dikenal sebagai Puncak Bendera (3.159 mdpl), Puncak Tusuk Gigi (3.300 mdpl), dan yang paling tinggi, Puncak Sejati di ketinggian 3.344 mdpl.
Tapi bukan soal ketinggian saja yang membuat Raung begitu ditakuti—jalur pendakiannya benar-benar menguji adrenalin. Kemiringannya bisa mencapai 90 derajat, dengan jalur setapak sempit yang diapit jurang di kiri dan kanan. Tak heran jika banyak pendaki menyebut jalur ini mirip dengan “Jembatan Shiratal Mustaqim”—jembatan setipis rambut dalam mitologi, yang menghubungkan antara hidup dan mati.
Di sini, tak ada ruang untuk kesalahan. Satu langkah yang meleset bisa berujung fatal. Karena itulah Gunung Raung menyandang predikat sebagai gunung dengan jalur pendakian paling ekstrem di negeri ini—tempat di mana nyali, teknik, dan keberanian diuji tanpa ampun.
Gunung Leuser: Surga Tersembunyi di Tenggara Aceh

Di sudut tenggara Aceh, berdiri megah Gunung Leuser—salah satu permata tersembunyi dalam Taman Nasional Gunung Leuser, yang tak hanya menjadi kebanggaan Indonesia, tapi juga tercatat sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO.
Gunung ini menjulang hingga 3.404 meter di atas permukaan laut, dan namanya diambil dari bahasa Gayo yang berarti “tempat matinya hewan”—sebuah sebutan yang sarat makna, sebagaimana tercantum dalam buku The Ecology of Sumatra.
Gunung Leuser memiliki tiga puncak utama yang menjadi impian para pendaki: Gunung Loser, Leuser, dan satu lagi yang dikenal sebagai Gunung ‘Tanpa Nama’. Uniknya, justru puncak ‘Tanpa Nama’ inilah yang menjadi titik tertinggi, mencapai 3.455 mdpl—menjadikannya puncak tertinggi kedua di Pulau Sumatra setelah Gunung Kerinci.
Menuju ke sana tentu bukan perkara mudah. Pendaki akan dihadapkan dengan lereng-lereng curam yang menantang stamina, mental, dan teknik. Namun setiap langkah berat akan dibayar lunas oleh lanskap alam yang luar biasa: hutan lebat yang menyimpan keragaman hayati langka, udara segar yang membelai wajah, dan pemandangan yang akan terus terpatri dalam ingatan.
Mendaki Gunung Leuser bukan hanya soal menaklukkan ketinggian, tetapi juga tentang menyatu dengan alam yang masih liar, murni, dan penuh misteri.
Gunung Latimojong: Menyusuri Atap Sulawesi

Di jantung Sulawesi Selatan, berdiri megah Gunung Latimojong—atap tertinggi pulau ini dengan ketinggian 3.478 meter di atas permukaan laut. Puncaknya yang dikenal sebagai “Bulu Rante Mario” adalah primadona bagi para pendaki yang mencari sensasi menjelajah alam liar Indonesia.
Dikelilingi oleh hutan tipe Montana yang tumbuh subur di ketinggian 2.000 hingga 3.000 meter, Latimojong menyimpan keragaman hayati yang mengagumkan. Jika beruntung, pendaki bisa berjumpa dengan satwa endemik seperti babi rusa dan anoa yang berkeliaran di balik rimbunnya pepohonan.
Gunung ini memiliki tujuh puncak dengan nama yang khas dan unik. Selain Buntu Rante Mario yang merupakan titik tertinggi, ada pula Buntu Nenemori, Buntu Sinaji, Buntu Sikolong, Buntu Rante Kambola, Buntu Bajaja, dan Buntu Latimojong. Masing-masing menawarkan lanskap yang tak kalah menakjubkan.
Pendakian dimulai dari Desa Karangan, sebuah desa yang menyuguhkan pemandangan lembah hijau nan luas, air terjun yang mengalir deras, serta tebing curam yang berdiri gagah seperti penjaga hutan.
Berdasarkan informasi dari situs Pigijo, waktu tempuh dari basecamp hingga Pos 2 memakan sekitar 3 jam perjalanan. Dari Pos 2 menuju Pos 5 dibutuhkan tambahan waktu sekitar 5 jam. Kemudian, menurut Summit Attack, butuh sekitar 4 jam lagi dari Pos 5 menuju puncak Rantemario—perjalanan yang menantang, tapi sepadan dengan keindahan yang menanti di atas sana.
Puncak Jaya / Carstensz: Menjejak Salju Abadi di Khatulistiwa

Tak lengkap rasanya bicara soal gunung-gunung paling ekstrem di Indonesia tanpa menyebut Puncak Jaya, atau yang lebih dikenal sebagai Carstensz Pyramid. Terletak di Provinsi Papua Tengah, gunung ini berdiri gagah di ketinggian 4.883 meter di atas permukaan laut—menjadikannya titik tertinggi di seluruh Nusantara.
Di sekelilingnya, terbentang salah satu fenomena alam paling langka di kawasan tropis: gletser Carstensz. Lapisan es yang masih bertahan di tengah garis khatulistiwa ini memberi sentuhan eksotis sekaligus misterius pada bentang alam Papua yang liar.
Puncak Jaya tak hanya memiliki satu mahkota. Ada beberapa titik puncak lain yang masing-masing menjulang dengan karakternya sendiri: Puncak Mandala (4.760 mdpl), Puncak Trikora (4.730 mdpl), Puncak Idenberg (4.673 mdpl), Puncak Yamin (4.535 mdpl), hingga Carstensz Timur (4.400 mdpl).
Yang membuat Puncak Jaya begitu menarik—dan menantang—adalah bukan hanya ketinggiannya. Jalurnya yang mendaki tebing batu terjal, dengan cuaca dingin menggigit serta medan yang penuh rintangan teknis, menjadi ujian sejati bagi nyali dan ketangguhan fisik. Bagi banyak pendaki, menaklukkan Puncak Jaya bukan sekadar mendaki gunung—ini adalah simbol keberanian untuk menghadapi batas diri sendiri.
Gunung Arjuno: Menyusuri Kabut dan Mitos di Puncak Jawa Timur

Gunung Arjuno, berdiri gagah di ketinggian 3.339 meter di atas permukaan laut, adalah salah satu gunung paling ikonik di Jawa Timur. Ia menempati posisi kedua tertinggi di provinsi ini setelah Semeru, dan menjadi gunung tertinggi keempat di Pulau Jawa.
Selain menjadi magnet bagi para pendaki yang ingin menaklukkan ketinggian di atas 3.000 meter, Arjuno juga dikenal akan pesonanya. Di lereng-lerengnya tersimpan objek wisata alam yang memesona, mulai dari Air Terjun Kakek Bodo hingga mata air Sungai Brantas—sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa yang bermula dari gunung ini.
Namun, keindahan ini datang bersama tantangan yang tak bisa diremehkan. Jalur pendakian Gunung Arjuno dikenal cukup ekstrem, dengan trek berbatu, medan yang panjang, serta perubahan cuaca yang cepat. Salah satu jalur yang paling menyita perhatian adalah Hutan Lali Jiwo—sebuah kawasan yang menyimpan banyak cerita mistis dan dikenal karena sering membuat pendaki kehilangan arah.
Di sinilah ujian sejati dimulai. Selain stamina fisik, ketajaman konsentrasi dan kekuatan mental juga mutlak diperlukan. Banyak yang mengatakan, mendaki Arjuno bukan hanya soal menaklukkan gunung, tapi juga tentang menjaga kewaspadaan di setiap langkah.